Jumat, Mei 3, 2024
BerandaOpiniPolitik Berkeadaban dan Keabadian?

Politik Berkeadaban dan Keabadian?

IMAM Al- Ghazali mengatakan: “Memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan politik (penguasa) adalah saudara kembar. Agama adalah dasar perjuangan, sedang penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak didasari (prinsip) agama akan runtuh dan perjuangan agama yang tak dikawal akan sia-sia”.

Muhammad Abduh pernah mengungkapkan doa taawwudz dalam kegiatan politik, “Aku berlindung kepada Allah dari masalah politik, dari orang yang menekuni politik dan terlibat urusan politik serta dari orang yang mengatur politik dan dari orang yang diatur politik”.

Tetapi, mengacu pada filosofi Imam Al-Ghazali, menjadi jelas bahwa berpolitik itu bagian dari kewajiban syariat. Karena tugas-tugas syariat hanya bisa direalisasikan di dalam dan melalui kekuasaan politik atau penguasa (organisasi negara).

Baca Juga: Partisipasi Politik Kebangsaan Muhammadiyah

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani (politika – yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya polites (warga negara) dan polis (negara kota).

Secara etimologi, kata “politik” masih berhubungan dengan policy (kebijakan). Sehingga politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Di dalam bahasa Arab, politik dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa – yasûsu. Dalam kalimat sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra, artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).

Baca Juga: Kaukus Perempuan Politik Indonesia DIY Siap Dukung Capres yang Peduli terhadap Perempuan

Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun).

Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya, mengaturnya dan menjaganya.

Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad) dan pendidikan (ta`dib).

Baca Juga: Genap Berusia 14 Tahun, Pira: Terus Memberikan Pendidikan Politik bagi Perempuan Indonesia

Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan dari mereka.

Untuk itu, perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya serta beramar makruf nahi munkar. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.

Berkaitan dengan persoalan ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah, maka ia bukanlah (hamba) Allah. Dan siapa saja yang bangun pagi, namun tidak memperhatikan urusan kaum musliminz maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR. Al Hakim).

(Dr. H. Nur Ahmad Ghojali, M.A. | Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY)

Berita terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

TERPOPULER

KOMENTAR TERBARU