Kamis, Mei 2, 2024
BerandaOpiniKembali Memanusiakan Manusia

Kembali Memanusiakan Manusia

JOGJAEKSPRES.COM – Perkembangan industrialisasi bermula dari penemuan alat sederhana yang berkembang menjadi alat modern.

Ditemukannya mesin uap yang dapat digunakan untuk menggerakkan alat-alat berat memicu perkembangan pabrik, sehingga berikutnya penemuan-penemuan baru bermunculan seperti kereta api, kendaraan bermesin, kapal uap, telegram, navigasi uap dan lainnya.

Sekitar tahun 1860 revolusi industri memasuki fase baru terutama perubahan bentuk transportasi dan komunikasi.

Revolusi industri yang memacu perkembangan pabrik sangat berpengaruh terhadap perubahan kebutuhan tenaga kerja, semakin tunggi tuntutan produktivitas semakin tinggi pula kebutuhan tenaga kerja, tidak hanya laki-laki saja yang terlibat dalam pekerjaan tetapi perempuan juga harus terlibat dalam sektor publik.

Perubahan tersebut mendorong lahirnya kelas sosial dalam masyarakat, juga tingginya mobilitas masyarakat melakukan urbanisasi, yang akhirnya memicu munculnya slum society.

Dan yang lebih ironis adalah tergesernya fungsi keluarga, keterlibatan perempuan berpengaruh besar terhadap berjalannya fungsi keluarga seperti munculnya kebiasaan pendelegasian fungsi sosialisasi yang seharusnya dilakukan oleh orangtua terutama ibu beralih ke asisten rumah tangga (pembantu rumah tangga).

Pendelegasian itu masih bisa ditolerir, yang menjadi sangat ironis adalah mendelegasikan fungsi afeksi, sehingga pasca revolusi industri tingkat perceraian sangat tinggi. Berawal dari sini pergeseran nilai-nilai sosial bahkan lebih spesifik nilai-nilai kemanusian bermula.

Teknologi dan Terkikisnya Nilai-Nilai Kemanusiaan

Selain perubahan sosial diatas, juga terjadi perubahan budaya, yaitu semakin majunya perkembangan teknologi dan lahirnya budaya konsumerisme.

Alvin Tofler dalam bukunya The third wave, telah memprediksi di masa datang mengenai dunia yang semakin tanpa batas (borderless) karena kemajuan teknologi dengan ditemukannya sarana transportasi dan telekomunikasi.

Dengan kemajuan teknologi saat ini hubungan antar wilayah, antar negara tidak terkendala jarak sehingga hubungan antar negara, antar wilayah dengan mudah dapat dilakukan.

Globalisasi membuat negara-negara saling berebut pengaruh dan menyebarkan pengaruhnya ke negara lain. Pengaruh positif maupun negatif menyerbu masyarakat. Tingkat ketergantungan masyarakat semakin tinggi terhadap teknologi.

Pola interaksi dan pola pikir mengalami perubahan yang sangat drastis. Dengan teknologi tenaga dan pikiran sangat minim untuk dieksplorasi. Seolah masyarakat sekarang tidak lagi memerlukan interaksi dengan pihak lain secara primer (secara langsung), dengan bantuan teknologi semua kebutuhan terpenuhi.

Sehingga pada perkembangannya sifat individualis semakin tampak nyata.

Pada era 90an bertemu jodoh di terminal, di stasiun, di bandara masih sering terjadi karena penumpang yang menunggu jam pemberangkatan melakukan interaksi dengan penumpang lain di sebelahnya, sekarang hampir tidak bisa dijumpai percakapan antar penumpang menunggu pemberangkatan mereka sibuk dengan dirinya sendiri dengan gawai masing-masing. Budaya menyapa beramah tamah semakin terkikis habis.

Meskipun belum ada penelitian secara metodologis, realitas semakin meningkatnya penyakit degeneratif di Indonesia bisa jadi andil perkembangan alat komunikasi yang semakin canggih, bagaimana tidak masyarakat kita tanpa bergerak sedikitpun, semua bisa terpenuhi bekerja secara online, belanja online semua bisa dilakukan didalam rumah tanpa bergeser sejengkalpun, butuh makan tinggal go food, mau rumah bersih tinggal go clean, mau ke suatu tempat tinggal go car, semakin minim kita bergerak akhirnya tubuh menyimpan banyak kalori, trigliseride tinggi, kolesterol tinggi, sehingga kasus obesitas, Diabetus Mellitus, hipertensi dll menjadi semakin tinggi.

Teknologi bukan ditujukan untuk menambah penyakit manusia.
Disatu sisi, komunikasi adalah salah satu unsur penting di dalam kehidupan, arus informasi berdampak besar pada kehidupan kita.

Derasnya arus informasi dan telekomunikasi menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya, terutama budaya intangible, nilai-nilai budaya semakin mengalami pergeseran.

Budaya ramah-tamah, senyum, sapa, saling menolong, guyup, gotong royong, menggunakan bahasa yang baik dan sopan berganti dengan budaya global. Nilai-nilai budaya yang telah berkembang secara organik mengalami perubahan secara mekanistis.

Teknologi pada dasarnya usaha untuk mengubah dunia, memudahkan dan untuk memenuhi kebutuhan manusia bukan untuk menggeser manusia.

Media sosial merupakan kontributor utama akulturasi budaya global. Sehingga segala macam informasi dan budaya dari belahan dunia manapun bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Disinilah budaya literasi menjadi penting untuk menyaring segala macam informasi dan berita.

Literasi memiliki makna yang lebih luas yang mencakup pemahaman yang baik terhadap berbagai aspek kehidupan. Munculnya fenomena berita bohong (hoax) di media sosial Fenomena akhir-akhir ini semakin meneguhkan akan pentingnya literasi teknologi informasi dan komunikasi, khususnya literasi media.

Literasi dan Sisi Kemanusiaan

Rendahnya tingkat literasi media ini ditengarai dengan rentannya ikatan kebinekaan, munculnya prasangka ideologis dan Isue primordialisme, sehingga membentuk persepsi yang membunuh kebenaran dan rasionalitas, semakin hilangnya penghargaan terhadap martabat kemanusian.

Rendahnya tingkat literasi ini sangat berkorelasi dengan kemampuan manusia dalam memanusiakan manusia. Kebencian, fitnah, caci maki, perundungan terhadap seseorang menjadi hal biasa.

Artinya ada rasa kemanusiaan dari manusia yang hilang, rasa menghargai, menghormati terhadap martabat manusia menjadi bergeser menjadi cacimaki.

Sistem pendidikan mempunyai andil terhadap pembentukan karakter manusia, pendidikan seharusnya mampu menghasilkan manusia yang mampu memanusiakan manusia, manusia yang memiliki akhlakul karimah, tidak sekedar memintarkan manusia.

Refleksi sisi kemanusiaan kita teruji pada saat pandemi, ditengah kepanikan dan keputusasaan yang cenderung mengarah pada sikap abai, terserah karena pandemi corona yang tidak ada informasi jelas kapan akan berakhir, pada saat itu.

Sekarang saatnya kita saling merentangkan tangan bersama membangun solidaritas, menghadirkan kembali kodrat kita sebagai homo socius.

(Penulis: Puji Qomariyah, Sosiolog Universitas Widya Mataram dan Wakil Rektor III Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta)

 

Berita terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

TERPOPULER

KOMENTAR TERBARU