JOGJAEKSPRES.COM – Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan Bantul seperti diketahui bersama ditutup secara permanen mulai 1 Mei 2024 lalu, dan ini sudah resmi disampaikan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), bahkan Pemda DIY memberi tenggang waktu dari rencana Desember 2023 dan diperpanjang sampai bulan Mei 2024.
Atas hal tersebut, desentralisasi sampah juga sudah mulai disampaikan 1 tahun yang lalu agar Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta siap dengan desentralisasi atau mengelola sampah secara mandiri, tidak lagi tergantung kabupaten lain.
Disampaikan Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Cahyo Wibowo, saat ini Pemkot Yogyakarta sedang membangun 3 Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) di Nitikan, Kranon, Karangmiri.
“Dan setelah kami Komisi C melakukan sidak lapangan, kami menangkap beberapa kendala yang jika tidak diantisipasi dari awal akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari,” ujarnya, Rabu, 8 Mei 2024 dalam siaran persnya.
Kembali disampaikan Cahyo Wibowo, kendala tersebut adalah belum siapnya 3 TPS sampai pertengahan Mei 2024 bahkan kemungkinan ada yang beroperasi akhir Mei 2024.
“Belum terencananya Amdallalin atau manajemen Rekayasa lalu lintas padahal kita bersama tahu bahwa zona selatan masuk dalam Perda RT/RW utk masuk kawasan tumbuh cepat ekonomi dan ini sudah ada pembangunan Taman Pintar 2, dan lain-lain,” katanya.
Selanjutnya, masih kata Cahyo Wibowo, belum siapnya penerapan perda lingkungan yang sudah disahkan yaitu Perda Nomor 9 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, serta belum adanya masterplan sepanjang jalan yang dilalui truk sampah dengan penghijauan yang bisa menyerap bau sampah atau air sampah yang menetes.
“Jika Pemkot Yogyakarta sudah ada kejelasan pengolahan sampah dengan masterplan yang sesuai perda nomor 9 tahun 2023 dan melibatkan warga sekitar yang terdampak, kami yakin proses pembelian lahan diluar kota Jogja pun tidak ada kendala dan tidak ada penolakan,” katanya.
Adanya penolakan warga selama ini karena melihat bagaimana yang terjadi TPA Piyungan sehingga Pemkot wajib belajar pengalaman tersebut.
“Kami masih melihat lemahnya sinergitas antar OPD terkait dalam penanganan sampah ini sehingga Walikota sebagai dirijen wajib bertanggung jawab,” kata politisi PKS ini.
Kemudian, sambung Cahyo Wibowo bulan Juni – September merupakan bulan-bulan politik, karena ada pilkada serentak termasuk kota Yogyakarta, siapapun calon walikota dan calon wakil walikota harus menjadikan program penanggulangan sampah menjadi program utama dan sungguh-sungguh untuk melayani warga kota Yogyakarta. Bahkan berani menjamin target 1 tahun setelah terpilih untuk penanganan sampah jika tidak berhasil meminta maaf kepada warga kota Yogyakarta atau secara terbuka dan berani melakukan kontrak politik dengan warga khususnya warga yang tinggal di kota Yogyakarta.
“Kenapa ini menjadi penting, karena Walikota ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai ada SDM dari dinas-dinas terkait, anggaran, kebijakan, perangkat sampai kelurahan, perangkat alat-alat, koordinasi lintas sektor, dan lain-lain,” katanya.
Tetapi yang utama menurut Cahyo Wibowo, apakah punya keberanian, kesungguhan, dan komitmen. (*)