JOGJAEKSPRES.COM – Para petani di wilayah Gulurejo Lendah Kulon Progo mengeluhkan sedimentasi Sungai Rawa Jembangan yang sudah sangat mengganggu kegiatan pertanian warga terutama ketika musim penghujan.
Lurah Gulurejo Lendah Kulon Progo, Beja Santosa mengatakan pihaknya telah berhasil mencetak sawah baru seluas 5,16 Hektar di Bulak Rawa Jembangan. Secara total lahan pertanian padi di Gulurejo mencapai 115,16 Hektar.
Namun, para petani di wilayahnya masih dihadapkan pada persoalan genangan air yang cukup lama setiap musim hujan karena luapan sungai Rawa Jembangan.
“Saat musim hujan sungai meluap dan area sawah kita tergenang beberapa hari dan menyebabkan beberapa kendala,” kata Beja di Bulak Rawa Jembangan Kamis (10/4/2024).
Beja menjelaskan luapan sungai dengan waktu surut genangan cukup lama 3-4 hari ini terjadi karena pendangkalan sungai Rawa Jembangan yang cukup parah. Dari lebar sungai 12 meter kini tinggal sekitar 2 meter saja. Ditambah lagi tanggul yang pernah ada juga sudah tidak dapat berfungsi optimal.
Warga berharap pemerintah dapat melakukan pengerukan sedimentasi sungai.
“Maka dari itu kami memohon agar bisa dilakukan normalisasi sungai akibat pendangkalan dan penguatan tanggul penguat Rawa Jembangan supaya tidak terjadi banjir yang lama. Artinya kita banjir memang kita enggak bisa menolak karena posisi di hilir. Tetapi harapan kami tidak sampai berhari-hari,” imbuhnya.
Pendangkalan sungai rawa jembangan ini juga berdampak pada beberapa jembatan di wilayah tersebut.
“Ada beberapa jembatan yang dari jembatan sama permukaan tanggul itu jauh di atas, jadi kita enggak bisa melewati jembatan itu, harus naik dulu karena memang tanggul sudah habis dan masuk ke area sungai,” tuturnya.
Bupati Kulon Progo Agung Setyawan mengaku sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Ini perlu penanganan secepatnya. Kami sudah berkoordinasi dengan BBWSSO dan Pemda DIY. Sekitar 3 tahun, tapi belum mendapat satu sentuhan normalisasi sungai Rawa Jembangan,” kata Agung.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan & ESDM DIY, Anna Rina Herbranti menyatakan kewenangan normalisasi sungai Rawa Jembangan ada dibawah BBWS Serayu Opak.
“Kewenangan ada di BBWS Serayu Opak Dan mereka harus melakukan survey dulu. Kalau pendangkalan ya harus dikeruk endapannya tapi kan nanti sistemnya seperti apa harus disurvey dulu, terutam juga anggarannya. Kan kalau sekarang tentu belum ada , nah mereka harus menyusun itu dulu,” tuturnya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Gatut Bayuadji mengatakan pihaknya akan melakukan identifikasi lenih rinci kondisi sungai rowo jembangan, untuk acuan menentukan langkah lebih lanjut.
“Kita identifikasi dulu ya kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan untuk membantu daerah sini apa-apa yang perlu kita tangani kalau sedimentasi ya tentunya perlu normalisasi kalau ini daerah-daerah hilir tentunya ya perlu ada penanganan terkait dengan drainase. Nanti hasilnya akan mita laporkan ke Bu Kadis dan Pak Gubernur supaya dapat dukungan juga untuk memperhatikan atau memprioritaskan kegiatan ini,” kata Gatut usai menghadiri wiwitan dan panen raya di Bulak Rawa Jembangan Gulurejo Lendah Kulon Progo Kamis (10/4/2025).
Dijelaskan Gatut tahun ini, ada anggaran pemeliharaan total sekitar Rp38 Milyar untuk sistem irigasi Kalibawang namun tidak sampai pada Rawa Jembangan.
“Kita sudah ada anggaran tahun ini di sistem Kalibawang itu Rp38 milyar tetapi mungkin belum menyentuh sampai lokasi ini karena banyak di sekunder dan primer yang harus ditangani. Yang pasti kita tangani ya kalau bisa secepatnya kita laksanakan tahun 2025 ini kan irigasi jadi prioritas pemerintah pusat. Harapannya kita bisa merebut jatahnya untuk membantu DIY ,” urainya.
Asisten Sekda DIY Bidang Perekonomian & Pembangunan Tri Saktiyana mengatakan, permasalahan di Rawa Jembangan harus menjadi perhatian. Pendangkalan dan penyempitan alur air, berdampak pada ratusan hektar di Sentolo dan Lendah.
“Saat air menggenang, bukan hanya panen yang hilang namun juga penghidupan dan masa depan. Tantangan ini harus jdi pemicu menyusun ulang strategi tata air, memperkuat sinergi dan membangun kesadaran terkait ekosistem pertanian. Jadi harus ada perhatian khusus, pendekatan harus secara teknis dan partisipatif,” ungkapnya. (wdy)