Kamis, September 11, 2025
BerandaJogjakartaSri Sultan Hamengku Buwono X Lakukan Jejak Banon, Prosesi Langka Sekaten Tahun...

Sri Sultan Hamengku Buwono X Lakukan Jejak Banon, Prosesi Langka Sekaten Tahun Dal

JOGJAEKSPRES.COM – Suasana khidmat menyelimuti Kompleks Masjid Gedhe Kauman, Kamis (4/9/2025) malam.

Masyarakat berkumpul penuh antusias untuk menyaksikan dan mengikuti salah satu prosesi langka dalam rangkaian Hajad Dalem Sekaten Tahun Dal 1959, yakni Jejak Banon pada prosesi Kondur Gangsa yang dilakukan langsung oleh Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Tradisi sakral ini menjadi istimewa karena hanya digelar delapan tahun sekali, tepat pada Tahun Dal dalam penanggalan Jawa.

Sri Sultan, yang juga Gubernur DIY, tampil sederhana namun berwibawa dengan balutan baju takwa biru bermotif bunga.

Didampingi GKR Mangkubumi, GKR Bendara, para menantu, serta perwakilan Kadipaten Pakualaman, beliau mengawali prosesi dengan membagikan udhik-udhik berisi bunga, uang koin, dan biji-bijian.

Warga tampak bersemangat berebut udhik-udhik yang diyakini membawa berkah dan keberuntungan.

Usai pembagian udhik-udhik, Sri Sultan memasuki serambi Masjid Gedhe untuk mengikuti pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dipimpin Kiai Penghulu Keraton.

Suasana berlangsung hening dan penuh kekhusyukan, hanya diiringi lantunan kisah kehidupan Nabi dengan bahasa Jawa.

Momen sakral tiba ketika Sri Sultan melangkahkan kaki di atas tumpukan bata yang disusun di sisi selatan Masjid Gedhe.

Inilah prosesi Jejak Banon atau Jejak Beteng, tradisi sarat makna yang diwariskan turun-temurun, melambangkan keberanian menapaki perubahan hidup berlandaskan ajaran Islam.

Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro mengungkapkan, Jejak Banon bukan sekadar ritual simbolik.

“Prosesi ini melambangkan lahirnya tatanan baru dalam masyarakat Jawa ketika menerima ajaran Islam. Jejak Banon juga menjadi simbol spiritual tentang keberanian menghadapi perubahan tanpa meninggalkan akar budaya,” ujarnya.

KRT Kusumonegoro menuturkan, langkah Sri Sultan di atas Banon adalah representasi langkah para leluhur yang mengambil keputusan besar dalam kehidupan bermasyarakat.

“Tradisi ini digelar pada Garebeg Mulud Tahun Dal karena dipercaya bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada Tahun Dal. Itulah sebabnya prosesi ini hanya dapat disaksikan delapan tahun sekali,” jelasnya.

Ia menekankan, Jejak Banon menjadi pengingat sejarah panjang dakwah Islam di Tanah Jawa yang dilakukan dengan cara-cara damai dan bijaksana.

“Masyarakat Yogyakarta patut bersyukur masih bisa menyaksikan tradisi langka yang sarat nilai spiritual sekaligus nilai sejarah,” katanya.

Setelah prosesi Jejak Banon, gamelan Sekati Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga yang sejak awal ditabuh di Pagongan Kompleks Masjid Gedhe kemudian dikembalikan ke Keraton melalui prosesi Kondur Gangsa.

Prosesi ini sekaligus menandai berakhirnya perayaan Sekaten dan menjadi pengantar menuju puncak Garebeg Mulud Tahun Dal pada Jumat (5/9/2025).

Sekaten sendiri telah berlangsung sejak masa Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, sebagai media dakwah para wali.

Melalui lantunan gamelan, masyarakat diajak mendekat ke masjid untuk mendengarkan syiar Islam. Hingga kini, tradisi itu tetap hidup dan dijaga sebagai warisan budaya sekaligus spiritual oleh Keraton Yogyakarta.

“Setiap detail prosesi Sekaten mengandung makna mendalam. Jejak Banon mengajarkan kita untuk berani melangkah, menapak masa lalu sekaligus menatap masa depan dengan keyakinan,” terang KRT Kusumonegoro.

“Inilah warisan luhur yang terus dijaga agar generasi mendatang memahami nilai budaya serta spiritualitasnya,” imbuhnya. (*)

Berita terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

TERPOPULER

KOMENTAR TERBARU