Jumat, Juni 27, 2025
BerandaHukum KriminalPenasehat Hukum BR Pertanyakan Penetapan Kliennya menjadi Tersangka Kasus Dugaan Penggelapan Tanah...

Penasehat Hukum BR Pertanyakan Penetapan Kliennya menjadi Tersangka Kasus Dugaan Penggelapan Tanah Mbah Tupon

JOGJAEKSPRES.COM – BR telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka bersama enam nama lainnya oleh Polda DIY dalam kasus dugaan penggelapan tanah milik Mbah Tupon warga Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.

Penasehat Hukum BR, Aprillia Supaliyanto MS, SH mempertanyakan ihwal penetapan kliennya sebagai tersangka kasus Mbah Tupon bersama enam tersangka lainnya.

“Disini Pak BR sifatnya membantu Mbah Tupon loh, kok malah dijadikan tersangka,” ujar Aprillia, Jumat (20/6/2025) kepada awak media.

Bahkan penetapan BR sebagai salah satu tersangka oleh pihak kepolisian ini diakui Aprillia mengejutkan dirinya sebagai praktisi hukum.

“Penetapan klien kami Pak BR mengejutkan saya, dalam nalar hukum dan nalar sehat saya sebagai praktisi hukum. Karena dalam perkara ini dan perkara kebanyakan, terkait proses yang berjalan itu harus mengacu pada ketentuan hukum acara pidana,” katanya.

Aprillia menambahkan, proses penyelidikan dilakukan dalam rangka menemukan ada atau tidaknya peristiwa pidana yang dilakukan oleh terlapor.

“Karena klien kami dilaporkan satu paket dengan yang lainnya, kami menghargai ketika penyelidikan itu disimpulkan ada peristiwa pidana, sehingga dinaikan menjadi penyidikan, karena tidak mungkin klien kami dipisahkan dari situ,” katanya.

Semua itu berawal dari pelaporan anak pertama Mbah Tupon bernama Heri Setiawan kepada pihak kepolisian terkait penjualan tanah milik Mbah Tupon kepada orang bernama Indah Fatmawati.

“Fakta ini muncul pada saat mediasi tanggal 14 dan 16 April 2025, yang dipermasalahkan Mbah Tupon adalah kenapa tanahnya dijual kepada Indah Fatmawati yang digadaikan di Bank dan kemudian pihak Bank akan melelang tanah tersebut. Itu yang dipermasalahkan Mbah Tupon,” jelas Aprillia.

Karena peristiwa hukum yang dilaporkan adalah sesuai laporan yang dibuat oleh anak Mbah Tupon terkait penjualan tanah ayahnya yang kemudian digadaikan ke Bank sehingga mengakibatkan tanah tersebut akan dilelang, Aprillia menegaskan semestinya pinyak penyelidik dan penyidik fokus pada hal tersebut.

“Semestinya penyelidik dan penyidik fokus pada LP tersebut, mencari, menggali dimana sih peristiwa pidananya atas laporan itu, kemudian benarkah para terlapor ini adalah pihak-pihak yang harus bertanggungjawab secara hukum atas peristiwa penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati,” katanya.

Diakui Aprillia, BR juga sempat dimintai keterangan dan klarifikasi atas hal tersebut, dan kliennya sudah menjelaskan semuanya, bahwa saat terjadi penjualan tanah milik Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati, BR tidak mengetahui sama sekali.

“Dan hal itu juga diakui oleh Triyono dihadapan perangkat desa Bangunjiwo bahwa BR memang tidak tahu menahu dalam penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati,” katanya.

Dengan adanya fakta tersebut, Aprillia meyakini bahwa pihak penyelidik tidak menemukan keterlibatan BR, sehingga kliennya ini dimintakan pertanggungjawaban hukum didalam penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati.

“Tapi anehnya tiba-tiba terbit penetapan tersangka kepada tiga orang yaitu Pak BR, Triyono dan Vitri. Darimana Vitri ini diambil, padahal dalam pelaporan anak Mbah Tupon nggak ada nama Vitri. Setelah kami mencari tahu ternyata ketika penyelidik atau penyidik menarik nama Vitri, berarti ini terkait tanah seluas 292 meter persegi yang dijual Mbah Tupon kepada BR, yang uangnya sebagai pembiayaan pemecahan sertifikat itu dan pembuatan rumah Heri Setiawan anak Mbah Tupon,” beber Aprillia.

Sehingga Aprillia menyimpulkan, ketika penyelidik ataupun penyidik mencari kesalahan yang dilakukan kliennya sesuai dalam pelaporan anak Mbah Tupon, namun tidak menemukannya, sehingga dialihkan pada peristiwa lainnya (pembelian tanah 292 m2 milik Mbah Tupon oleh BR).

“Sekarang pertanyaan mendasarnya, apakah terkait tanah 292 m2 yang kemudian dimiliki BR dari Mbah Tupon ada peristiwa pidananya. Nggak ada sama sekali,” tegasnya.

Karena, masih kata Aprillia, pada tahun 2020 Mbah Tupon meminta tolong kliennya untuk memecah sertifikat dan membantu memenuhi kebutuhannya, termasuk membangunkan rumah anaknya.

“Saat itu Mbah Tupon minta tolong BR untuk memecah sertfikat dan membangunkan rumah anaknya, namun saat itu Mbah Tupon tidak memiliki biaya dan minta dibiayai oleh BR, yang nantinya akan diberikan tanah seluas 300 m2. Dan mulai Januari 2020, BR mulai membayar kepada Mbah Tupon, ada setumpuk bukti pembayarannya, karena waktu itu Mbah Tupon minta dibayar sesuai kebutuhannya, jadi tidak dibayarkan sekaligus,” katanya.

Karena telah sah membeli tanah milik Mbah Tupon walaupun sertifikat tanah masih atas nama Mbah Tupon, maka lanjut Aprillia, kliennya telah memiliki hak penuh atas tanah tersebut, sehingga ditengah perjalanan, tanah tersebut dijual kepada seseorang bernama Suwardi.

“Ketika tanah sepenuhnya sudah beralih menjadi milik Pak BR, maka hak sepenuhnya milik Pak BR, mau diapakan juga itu urusannya Pak BR,” katanya.

Sehingga pada saat sertifikat telah selesai terpecah di tahun 2023, masih dijelaskan Aprillia, ternyata luasan tanah yang dijanjikan Mbah Tupon sekitar 300 m2 hanya menjadi 292 m2.

“Mbah Tupon mengantar sendiri sertifikat itu ke rumah Pak BR dan menjelaskan tanahnya tidak jadi 300 meter tapi hanya 292 meter persegi, dan Pak BR memaklumi serta tidak mempermasalahkannya,” katanya.

Aprillia kembali menegaskan, artinya tanah seluas 292 m2 yang dimiliki kliennya atas jual beli dengan Mbah Tupon tidak hanya memiliki legalitas, tapi juga legitimasi, karena sertifikat diantar dan diserahkan langsung oleh Mbah Tupon selaku penjual.

Bahkan dalam jual beli antara BR dan Suwardi, disampaikan Aprillia juga melibatkan Mbah Tupon, karena yang menandatangai adalah Mbah Tupon (karena saat pecah sertifikat masih atas nama Mbah Tupon) dengan istri dari Suwardi.

“Kalau peristiwa dan faktanya seperti itu, dimana peristiwa pidananya? Apa yang dilakukan Pak BR dalam persoalan ini? Tindak pidana apa?” tanya Aprillia.

Kalaupun ada yang merasa dirugikan, menurut Aprillia seharusnya pihak Suwardi yang mempermasalahkan, karena kemudian sertifikat tersebut digadaikan ke Murtejo oleh Triono yang semula dimintai tolong oleh BR untuk mencari PPAT guna membalik nama sertifikat tersebut.

“Tapi pihak Pak Suwardi tidak mempermasalahkan, dan ketika diketahui ada masalah, keduanya (BR dan Suwardi) sepakat membatalkan jual beli tersebut. Uang yang diterima Pak BR dari Pak Suwardi dikembalikan. Sudah selesai itu, nggak ada masalah,” katanya.

Malah sebaliknya, kliennya sudah memberikan sejumlah uang kepada Mbah Tupon dan membangunkan rumah anak Mbah Tupon, dan sertifikatnya pun berada di tempat pegadaian, malah dia dilaporkan ke pihak kepolisian.

“Ini faktanya. Kalau kebenaran materiil seperti itu, apa cukup mengatakan kalau sertifikat itu masih atas nama Mbah Tupon. Kenapa nggak dipertanyakan Mbah Tupon menerima uang dari Pak BR, dan dibangunkan rumah oleh Pak BR,” katanya.

Sehingga menurut Aprillia penetapan kliennya menjadi tersangka adalah salah besar.

“Tindakan unprofessional yang dilakukan penyidik. Dan ini betul-betul mencabik-cabik rasa keadilan Pak BR. Saat itu Pak BR dalam posisi pasif pada persoalan itu, dan didatangi Mbah Tupon yang meminta tolong, kalau seandainya Mbah Tupon tidak datang, tidak akan dia membantu Mbah Tupon,” pungkasnya. (bra)

Dapatkan berita menarik lainnya dengan mengikuti saluran kami

Berita terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

TERPOPULER

KOMENTAR TERBARU