JOGJAEKSPRES.COM – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi (NAA) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Hubungan Industrial (Tipikor dan HI) Yogyakarta, Kamis (12/9/2024).
NAA menjadi terdakwa dalam kasus korupsi penggunaan uang perusahaan untuk investasi emas. Perbuatannya menyebabkan kerugian negara hingga Rp18,7 miliar.
Humas Pengadilan Negeri Yogyakarta Heri Kurniawan menjelaskan, agenda sidang pertama NAA yakni pembacaan dakwaan. Agenda selanjutnya pemeriksaan saksi pada Kamis (19/9/2024) pekan depan.
Adapun dakwaan dari JPU yakni primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas Heri Jumat (13/9/2024).
Sidang perdana dipimpin Ketua Majelis Hakim Wisnu Kristiyanto dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Toni Wibisono.
Dalam sidang terbuka itu, tim penuntut umum membacakan surat dakwaan, yang pada pokoknya terdakwa NAA selaku Dirut PT Taru Martani telah melakukan investasi melalui perdagangan berjangka komoditi. Berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures (MAF) selaku perusahaan pialang.
“Sumber dananya berasal dari PT Taru Martani tanpa melalui persetujuan RUPS,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DIY Herwatan.
Ia menjelaskan, penyalahgunaan penggunaan dana operasional untuk investasi itu dilakukan dengan cara pembukaan rekening pada PT MAF dapat dilakukan oleh perusahaan.
Dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan surat kuasa pejabat yang dikuasakan untuk mewakili perusahaan.
“Namun terdakwa melakukan pembukaan rekening pada PT MAF Jogjakarta dengan deposit awal sebesar 10 ribu dolar AS yang berasal dari dana pribadi terdakwa,” ujar Herwatan.
Untuk memenuhi target, terdakwa melakukan pembukaan rekening kembali dengan deposit awal Rp 10 miliar. Sumber dananya dari uang kas PT Taru Martani. Namun akun tetap atas nama pribadi terdakwa.
Terdakwa NAA selaku direktur PT Taru Martani memerintahkan kepala divisi keuangan PT Taru Martani untuk mentransfer dana dari rekening PT Taru Martani ke rekening PT MAF.
Dalam rangka kerja sama investasi. Transfer dilakukan bertahap hingga jumlah Rp8,7 miliar.
Padahal rencana kerja dan anggaran perusahaan PT Taru Martani tahun buku 2022 yang ditetapkan dalam RUPS dan dituangkan dalam berita acara RUPS PT Taru Martani, tidak terdapat rencana investasi trading.
“Akibat perbuatan itu, terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 18,7 miliar,” ungkapnya.
Setelah surat dakwaan dibacakan, terdakwa sudah mengerti dengan isi surat dakwaan.
Selanjutnya terdakwa maupun penasihat hukum (PH)-nya tidak mengajukan keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan tersebut.
“Persidangan ditunda untuk mendengarkan keterangan saksi yang akan dihadirkan JPU,” tandas Herwatan. (*)