JOGJAEKSPRES.COM – Ada hadiah istimewa bagi personel Jaga Warga di sela dialog bersama bertema Peran Satpol PP dan Jaga Warga dalam Mewujudkan Rasa Aman dan Tentram.
Hadiah istimewa berupa tembang Ngidam Sari diberikan Eko Suwanto Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan kepada seluruh personel Jaga Warga, Polri, TNI serta para lurah dan peserta Jagongan Jaga Warga, di Kemantren Mantrijeron Yogyakarta.
Eko Suwanto menyatakan suaranya jadi hadiah istimewa yaitu tembang Nyidham Sari. Lagu yang dinyanyikan bentuk apresiasi kepada Jaga Warga dan seluruh pihak yang secara sukarela bekerja untuk hadirkan rasa aman, ayem tentrem hidup di Yogyakarta.
“Ini hadiah untuk berikan semangat dan rasa terima kasih, selama ini bekerja dengan sukarela dalam wujudkan rasa aman dan tentram bagi Yogyakarta, boleh ya kasih hadiah dan semangat untuk Jaga Warga, pak polisi dan TNI serta para lurah yang hadir,” ujar Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Senin (10/7/2023).
Di dalam dialog Jagongan Jaga Warga bertema Mewujudkan Rasa Aman dan Tentram hadirkan pemateri Edhy Hartana Kepala Seksi Pengendalian Operasional Satpol PP DIY dan budayawan/tokoh masyarakat Totok Heddy Santoso.
Subandrio, Jaga Warga kampung Kumendaman, Yogyakarta mengatakan, selama ini banyak kelembagaan yang ada di tingkat kelurahan tapi akhirnya sekedar nama. Saat ada musrenbang tidak bisa dorong fasilitasi keberlanjutan pendanaan lembaga yang ada.
“Meski Jaga Warga dengan SK kelurahan, tapi ini bentukan Provinsi. Nah berkaca dari kondisi ini semoga Pak Eko sebagai dewan berikan dukungan agar terfasilitasi,” kata Subandrio.
Eko Suwanto menyebutkan, peran nyata Jaga Warga sudah dirasakan bersama oleh masyarakat. Utamanya kala ada pandemi Covid-19 lalu. Ke depan, masyarakat punya mimpi yang sama untuk wujudkan ketertiban, keamanan, dan ketentraman.
Dukungan fasilitasi alat komunikasi HT, melengkapi tugas personel Jaga Warga untuk berikan laporan dan berkomunikasi dengan Satpol PP maupun Bhabinkamtibmas dan Babinsa jika diperlukan.
“Masyarakat mimpinya sama, Jogja yang ayem, aman tentrem. DIY punya posisi tangguh, jadi tujuan pendidikan juga pariwisata. Kala pandemi kita ingat bagaimana ada pembatasan mobilisasi orang masuk DIY. Akibatnya perekonomian tidak bergerak saat mahasiswa pulang ke daerah dan tidak ada wisatawan yang datang,” ungkap Eko Suwanto.
“Rasa aman dan nyaman dibutuhkan, bagaimana juga hal kecil yang jadi viral sekarang butuh antisipasi dini, agar Yogyakarta tetap jadi tempat aman dan nyaman dengan peran Jaga Warga di dalam nya,” imbuhnya.
Tokoh masyarakat yang hadir, Totok Heddy Santoso menyebutkan hadirnya value atau nilai penting dalam penciptaan rasa aman dan ketentraman kala ada kerjasama.
“Saya apresiasi, Jaga Warga menumbuhkan hadirnya sikap sukarela, volunteers dalam gotongroyong wujudkan rasa aman. Keamanan itu hak asasi setelah tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kita pahami, Jogja alami pergeseran nilai yang berbeda, nah posisi Jaga Warga yang juga bagian mediator di kampung, keberadaan nya penting hadirkan kesukarelawanan, ini yang dibutuhkan semua,” katanya.
Totok Heddy Santoso, yang pernah menjadi wakil rakyat di DPRD Sleman, lalu duduk sebagai legislatif di DPRD DIY adalah sosok yang berperan dalam pembentukan Perdais Kebudayaan.
Berkaitan dengan rasa aman, Totok Heddy Santoso menegaskan secara teori keamanan dalam konteks bernegara ada amanat konstitusi.
Pemerintah dan negara melindungi segenap bangsa tumpah darah Indonesia. Di pasal 30 ayat 4 UUD 1945 sejati nya ada tugas Polri yang bertugas urusan keamanan dan ketertiban masyarakat, polisi sebagai alat negara melindungi, mengayomi dan penegakan hukum.
Saat tak ada jaminan rasa aman, maka bisa jadi seluruh langkah pemerintah terganggu. Jaminan keamanan untuk berjualan, bersekolah, antar les tari anak misalnya bagaimana anak-anak kecil aman beraktivitas dan memperoleh kegembiraan.
“Internalisasi nilai, termasuk kesukarelawanan penting agar ada relasi dengan banyak orang kelak membekas dalam dirinya,” imbuhnya
Ia menambahkan, ada persoalan, rasio ideal polisi adalah 1 banding 600 orang terlayani tapi kini masih 1 berbanding 250-an. “Belum ideal, nah di sini peran Jaga Warga dengan fungsi preemptif diperankan. Sosialisasi peran Jaga Warga penting, agar masyarakat paham ke mana harus lapor, ada alamatnya,” jelasnya.
“Saat ini, pendekatan kultural saya kira pas dimainkan Jaga Warga, kalau lapor ke polisi urusan penegakan hukum masih ada rasa takut. Nanti jadi saksi, dan seterusnya. Peran Jaga Warga di sisi preemptif penting, rasa aman itu hak asasi kita semua,” tukasnya.
Sementara, Kepala Seksi Pengendalian Operasional Satpol PP DIY, Edhy Hartana menyebut ada pelibatan Jaga Warga yang berasal dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan tokoh pemuda.
“Personel Jaga Warga dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan tokoh pemuda. Mereka ini berasal dari lingkungan asal dan mereka bantu pak dukuh misalnya kala ada konflik, tidak dari luar kampung atau dusun, karena nanti susah menangani kasus di wilayah,” terang Edhy. (rls/arf)