JOGJAEKSPRES.COM – Seiring dengan selesainya pembahasan Raperda Tata Ruang dan Tata Wilayah DIY, ada harapan soal terjaminnya kualitas air dan udara bagi kehidupan masyarakat di masa yang akan datang.
Ketua Pansus Raperda Tata Ruang dan Tata Wilayah DIY, Eko Suwanto menyebutkan salah satu problem yang dihadapi di ruang perkotaan dan DIY pada umumnya adalah urusan kualitas air yang tidak bagus.
“Raperda Tata Ruang dan Tata Wilayah ada 15 bab dan 131 pasal. Salah satu poin pokoknya bagaimana pemerintah perlu jamin kualitas air dan udara bagi kehidupan masyarakat di masa yang akan datang, kualitas air di Yogyakarta yang tidak bagus, kalau tidak disebutkan buruk,” ujar Eko Suwanto, Rabu (6/9/2023).
“Nah, komitmen penyediaan air bersih, mandi sehat, kualitas memenuhi syarat baku air minum masuk di dalamnya,” imbuhnya.
Politisi muda PDI Perjuangan ini menegaskan, Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah yang segera dibawa ke Bapemperda untuk diharmonisasikan dan dikonsultasikan ke Kemendagri, serta dikomunikasikan dengan Kementerian ATR agar bisa ditetapkan.
“Ada amanah memelihara mengembangkan kawasan lindung, sungai diantaranya, sungai harus jadi perhatian pemda,konsultasi pusat Kemen PUPR dan BBWSO, kawasan lain yang atensi perlindungan, kawasan konservasi, kawasan lindung geologi, dan kawasan cagar budaya,” kata Ketua Komisi A DPRD DIY ini.
Dijelaskan Eko Suwanto, ada harapan Raperda Tata Ruang dan Tata Wilayah bisa seegera dipublikasikan setelah disahkan dalam rapat paripurna dewan bersama Gubernur DIY.
Selain membahas soal ruang kawasan sungai, atensi lain, Raperda Tata Ruang dan Tata Wilayah DIY mengatur soal perlunya lahan pertanian dan resapan air ditingkatkan kualitas dan perluasannya.
“Ada pasal yang pastikan kalaupun ada investasi, maka 30 persen harus ada ruang hijau guna penghijauan dan resapan air. Di Raperda ini
kawasan sungai dan 18 kawasan strategis Kadipaten dan Kasultanan perlu dijadikan pusat pemeliharaan kebudayaan,sosial,perekonomian, pariwisata dan pendidikan,” terang Eko Suwanto.
Ada pedoman bagaimana Kraton, makam raja-raja Imogiri, sumbu filosofis dan sebagainya yang disebut harus bisa memberikan manfaat bagi penyelenggaraan pendidikan, budaya, ekonomi dan pariwisata.
“Kalau bisa karst Gunungsewu, ada ahlinya, tempat bersejarah jadi produk ilmiah, kawasan Candi Prambanan dan Candi Ijo, ada co-working space dan perpustakaan di titik lokasi. Ada akses pengetahuan misalnya informasi soal sejarah erupsi Merapi 2010,” ungkap Eko Suwanto
“Setelah menjadi peraturan daerah Perda RTRW DIY bisa jadi pedoman kabupaten/kotamadya untuk revisi dan penyesuaian,” pungkasnya.