JOGJAEKSPRES.COM – Limbah serbuk gergaji kayu, umumnya banyak digunakan sebagai bahan campuran pupuk kompos, media tanam jamur, atau diolah lagi menjadi papan artikel, kertas, campuran bata ringan, hingga bahan bakar alternatif.
Hal inilah yang juga dimanfaatkan oleh tim dosen dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP), dan Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, dalam membina suatu desa yang terletak di Wonosobo, Jawa Tengah.
Pengabdian berbasis lingkungan yang dilakukan oleh dosen dari tiga universitas ini, tepatnya berada di Desa Karangsari, Kecamatan Sapuran, Wonosobo, Jawa Tengah.
Dengan skema Pemberdayaan Berbasis Wilayah Ruang Lingkup Pemberdayaan Desa Binaan, mereka mengangkat tema berdasarkan potensi wilayah yakni “Pengembangan Agribisnis Jamur Berbasis Teknologi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Bakar Biomasa Steamer Baglog”.
Program pembinaan desa ini didanai oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Program pengabdian Masyarakat ini juga menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam satu paket pemberdayaan yang komprehensif.
Program ramah lingkungan ini dilaksanakan selama bulan September, dengan kegiatan pertama yang dilakukan adalah Pelatihan Budidaya serta Perawatan untuk jamur tiram dengan limbah gergaji.
Pelatihan ini diikuti oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Rukun Sejati, dan Kelompok Shodaqoh Sampah dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mutiara Desa Karangsari.
Dosen Program Studi (prodi) Agroteknologi UMY. Ir. Mulyono, MP. anggota tim pengabdian memperkenalkan teknik budidaya jamur tiram yang tidak hanya ekonomis, tetapi juga ramah lingkungan karena memelihara dan mengurangi limbah gergaji.
“Inovasi penggunaan limbah serbuk gergaji sebagai bahan bakar biomassa untuk steamer baglog ini bisa meningkatkan efisiensi produksi sekaligus mengurangi limbah industri perkayuan lokal,” jelas Mulyono, Kamis (26/9/2024).
Bagi Mulyono, jamur tiram atau Pleurotus ostreatus, adalah jenis jamur yang popular di kalangan agribisnis karena rasanya yang lezat dan nilai gizinya yang tinggi. Jamur ini kaya akan protein, serat, vitamin B, dan mineral seperti kalium dan fosfor.
Selain itu, budidaya jamur tiram relatif cepat, dengan siklus panen sekitar 1-2 bulan.
Mulyono juga setuju bahwa kunci keberhasilan dari budidaya tersebut adalah media tanam yang digunakan. Apalagi pada program ramah lingkungan ini menggunakan limbah gergaji.
“Dalam budidaya jamur tiram, media tanam adalah kunci utama keberhasilan. Kami menggunakan campuran serbuk gergaji, bekatul, dan kapur dengan rasio 100:10:1. Serbuk gergaji yang kami gunakan berasal dari limbah industri perkayuan di sekitar Wonosobo, sehingga kita juga berkontribusi pada pengelolaan limbah,” urai Mulyono.
Sementara itu Dr. Aris Slamet Widodo, Kepala Divisi Pengabdian Dosen dan Mahasiswa, Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UMY melihat dengan diadakannya program pengabdian dan pembinaan desa ini dapat menjadi sumber pemasukan bagi masyarakat, mengurangi pengangguran serta menyusun strategi dalam mengurangi resiko.
“Dengan hadirnya program pengabdian masyarakat dalam pembinaan desa dapat menekankan potensi program ini dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendiversifikasi ekonomi desa,” ungkap Aris.
Program pembinaan desa dan pengabdian masyakarat ini menurut Aris juga sejalan dengan konsep kedaulatan pangan dan ketahanan pangan jangka panjang.
Pendekatan sirkuler dalam sistem pangan yang diperkenalkan dapat menjadi model adaptasi terhadap perubahan iklim di tingkat lokal.
“Dengan menggabungkan teknologi modern, kearifan lokal, dan prinsip keberlanjutan, program yang sangat mulia bagi warga Desa Karangsari Wonosobo ini diharapkan dapat menjadi contoh sukses pemberdayaan masyarakat yang dapat direplikasi di daerah lain,” imbuh Aris lagi yang juga merupakan ketua tim pengabdian.
Program ini juga diperhatikan oleh Puji Qomariyah, Sosiolog dari UWM yang memandang program ini sebagai katalis perubahan sosial yang signifikan.
“Ini bukan sekadar tentang produksi pangan, tetapi juga transformasi cara masyarakat berinteraksi dengan lingkungan dan satu sama lain,” ujarnya saat dihubungi secara terpisah. (*)