JOGJAEKSPRES.COM – Pelaku bisnis perhotelan di Tanah Air menghadapi tantangan besar pada tahun ini.
Salah satu pemicunya adalah kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah dan tekanan daya beli masyarakat.
Kondisi itu diperkirakan menggerus tingkat okupansi hotel.
Bahkan tidak menutup kemungkinan pebisnis hotel menghentikan operasional yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan sejak awal tahun industri perhotelan terkena dampak negatif kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
“Banyak hotel kehilangan pendapatan dari perjalanan dinas dan meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) karena pemangkasan anggaran pemerintah,” katanya beberapa waktu lalu.
Klaim PHRI bukan sebatas angin lalu. Merujuk hasil survei PHRI dan Horwath HTL pada Maret 2025, efisiensi anggaran pemerintah membawa sentimen negatif terhadap industri perhotelan.
Pada Januari 2025, lebih dari 30% responden melaporkan mengalami kerugian pendapatan lebih dari 40% dibandingkan tahun sebelumnya sebagai efek pemangkasan anggaran pemerintah.
Sebanyak 88% dari 726 responden di 30 provinsi memprediksi mereka akan menghadapi keputusan sulit, seperti PHK atau pengurangan upah karyawan, untuk menekan beban operasional.
Jika situasi tak segera diatasi, 83% pelaku industri yakin sektor pariwisata akan mengalami penurunan lebih lanjut, yang akan berdampak buruk bagi ekonomi daerah yang sangat bergantung pada pariwisata. (*)